Entah
mengapa dan kenapa aku sangat senang jika bertemu dan ngobrol dengan orang
baru. Asyik dan menarik itulah yang kurasakan. Rutinitas terbaruku akhir2 ini, setiap
pulang kerja mampir ke sebuah pasar sore di dekat rumah. Awalnya cuma seneng
liat sayuran ijo yang segar, bikin cerah pikiran rasanya. Berasa refreshing gitu, lama kelamaan ketagihan
lantaran menikmati suasana yang menyenangkan, penjual yang sangat ramah dan
efek lagi gandrung masak jadi sekalian
prepare bahan buat esok pagi [chef
amatiran nih judulnya].
Sore
itu membeli parutan kelapa di sebuah pojok
kios di pasar tersebut, singkat kata aku harus menunggu karena
antriannya banyak. Setelah lumayan lama, tibalah giliranku untuk dilayani dan ntah dimulai dari mana aku terlibat
percakapan dengan si bapak penjual parutan kelapa. Ngobrol ngalor
ngidul dan ada satu kata yang sampek
sekarang nancep di pikiranku. Si bapak bilang: “jangan menargetkan rejekimu
mbak, berusaha semaksimal mungkin dan biarlah Allah yang mengatur rejekimu. Ga’
usah banyak teori harus bersedekah bla bla bla, satu hal yang perlu ditanamkan
terlebih dahulu adalah keikhlasan. Karena ikhlas adalah kunci utama dari
datangnya rejeki mbak”.
Sebelum
ngobrol dengan bapak tersebut, aku sempat ngobrol dengan seorang ibu yang sama2
menunggu parutan kelapa. Ibu menceritakan usaha klepon yang ia rintis 17 tahun
silam. Dulu laris dan banyak sekali warung yang ia titipi. Ketika anak2nya membutuhkan
biaya sekolah dan keperluan lain yang lumayan banyak, rejeki begitu mengalir deras
dari berbagai penjuru, namun ketika anak2 sudah menikah dan kebutuhan sehari
sudah mulai ringan, maka rejeki yang diberikan Allah juga menyesuaikan dengan
kebutuhannya. “Allah itu maha adil dik, kata belio”.
Itulah
mengapa aku sangat senang ngobrol dengan orang baru. Kalau mau cerita ya cerita aja, tanpa memperhatikan yang bersangkutan anak siapa? yang bersangkutan kaya atau tidak? Walaupun teman atau
saudaraku sering risih dan nyinyir kalo melihat aku mulai beraksi. Aku reflek
melakukan hal tersebut, karena rasanya aneh aja kalau sesama manusia yang sama2
punya mulut kok duduk bersebelahan hanya diem2an. Kalo yang bersangkutan asyik
dan menyenangkan mungkin bisa dapat wejangan ataupun sharing yang berarti seperti
2 kisah diatas. Dan ketika ada sebuah pepatah, “jangan melihat siapa yang
memberikan ilmu, namun lihatlah ilmu apa yang ia berikan” sungguh nancep dalam
pikiranku selama ini. Kita sering menyepelekan dengan penampilan orang, mungkin
terlihat si bapak tersebut penampilan kucel, gondrong dan ga’ menarik namun
siapa sangka dibalik penampilannya tersebut belio menyimpan pengalaman hidup
yang luar biasa, begitu juga dengan ibu si penjual klepon. Jangan memandang
siapa? namun memandang apa?. Jangan melihat serta merta bungkusnya, namun
rasakanlah dulu isinya.
Namun
ga’ semua orang enak diajak ngobrol, karena belum lama ini aku ngalami kejadian
yang bikin nelen ludah. Dia adalah Jono, teman kerjaku namun beda divisi dan
beda gedung so jarang ketemu dan
jarang ngobrol. Terlihat dya sangat pendiam. Kebetulan siang itu, dya datang ke
ruanganku bersama teman kami yang sudah sangat familiar. Ada di suatu titik
dimana aku dan Jono hanya berdua di ruangan. Sempat lama hanya diem2an dan
bikin suasana sangat kaku. Aku berinisiatif basa basi nanyain dya duluan,
dengan maksud biar suasana lumer,, ga’ lebih. [masak kenal tapi cuma diem2man].
Ku-tanyalah aslinya mana? jawabnya-pun ga’ mengenakkan. Sebenarnya simpel tinggal
bilang Wonosari misalnya. Selesai. Namun dya jawabnya muter2. Ku-tanya sekali
lagi [dengan nada yang tetep ramah]. Ku-tanya berapa lama biasanya perjalanan
ke kotanya? Dengan nada datar tanpa ekspresi, ia menjawab “ga’ pernah ngitung jam mbak”.
Ohhh betapa
sialnya aku siang itu, maksud hati ingin basa-basi biar suasana ga’ kaku malah
dapat tanggapan yang sesuatu sekali di hati. Dan ku-putuskan ogah nanya dya lagi deh. Satu hal yang justru
ada dalam pikiranku, oh orang ini kagak punya teman banyak dan dya tipikal
orang yang ga’ mudah adaptasi. Kenapa?? karena dengan temanku sendiri yang
notabennya sama2 cowok, dya juga diem aja, ga’ ada inisiatif untuk bertanya
ataupun sekedar memulai pembicaraan.
Pelajaran
yang bisa diambil yakni, ketika kita menyambung silaturahmi dengan orang lain,
kita akan dapat rejeki otomatis didalamnya. Rejeki yang tidak hanya identik
dengan uang tentunya. Rejeki itu dapat berupa macam2, missal: doa, kasih
sayang, wejangan, sharing pengalaman,
perhatian ataupun bentuk lainnya. Jikalau kita menutup diri dari pergaulan, ya
sama saja kita menyempitkan rejeki yang sebenarnya berpihak kepada kita. Baca juga Bentuk rejeki
#semoga
bermanfaat dan hidup sehat