Ga’ sengaja
buka kamus lama yang dibeli pas jaman sekolah, kaget ngakak dan malu rasanya.
Knapa?? karna di sampul depan atau belakang terdapat tulisan alay jaman bahela.
“SAHABAT 4 –EVER: MARNI,SUPRI,YATI”..
bla bla bla..
Permasalahnnya, kemanakah mereka? Kemanakah
orang2 yang disebut sebagai sahabat 4-ever
itu? kenangan yang dulu dirasa indah menguap laksana air laut yang terkena
panas matahari. Mengapa dikala “masa bersama” habis, maka selesai pula
persahabatan diantara mereka.? Kemanakah cerita manis itu?? apakah memudar
warnanya lantaran sudah ada pengganti yang baru?
Pernah
ada teman berucap “aku ga’ butuh
sahabat dikala aku sedih, aku ga’
butuh orang2 untuk menghiburku, dan aku ga’
takut akan hal itu. Yang aku takutkan ketika aku mau senang2 ga’ ada teman yang menemani”. Baginya buat
apa berbagi kesusahan kepada orang lain yang notabennya belum tentu yang bersangkutan tulus mendengarkannya, bisa
jadi hanya tak enak. Ataupun tipe muka 2, didepan kita ia empati, namun dibelakang
kita ia menetertawakan.?
Berjalannya
waktu, perspektif sahabat dulu dan sekarang mulai bergeser. Dulu indikasinya
sahabat adalah orang yang selalu ada untuk kita, selalu bersama. Namun
perspektif sekarang, sahabat ya orang orang yang mampu memahami kita, ga’ perlu selalu bersama namun yang bersangkutan
tahu persis kita. Mau menegur ketika kita berbuat kesalahan serta bijak dalam
memberikan saran pendapat. Dan itu yang terjadi pada Jono, Memed dan Siti.
Mereka bukanlah sahabat yang selalu bersama setiap saat, namun hubungan emosial
diantara mereka begitu dalam. Kini mereka tlah mengejar cita2 masing2. Ribuan
jarak membentang diantaranya, Jono di WIT, Memed di WITA dan Siti di WIB namun
setiap ada kesempatan mereka menyisihkan hari untuk menggila bersama. Tanpa ada
sekat apapun diantara mereka. Jika ditarik lebih dalam, komunikasi
diantaranyapun tidaklah rutin, boleh dikatakan mereka jarang berkomunikasi
mengingat kegiatan seabrek yang mebelenggu mereka.
Mereka
selalu mengenang kenangan yang tlah terbingkai indah dalam hati masing2.
Melakukan “ritual” makan bakso di pinggir jalan hingga tengah malam. Sekalipun
kantong mereka sudah menebal namun tak ada kata jaim ataupun gengsi makan di pinggir
jalan. Bagi mereka ga’ terlalu
penting menu apa yang dimakan dan dimana
tempatnya, yang jauh terpenting bagi mereka ialah kebersamaan. Dan itu sungguh
manisss.
Jika dilihat kunci dari hubungan mereka adalah
ketulusan. Sekalipun mereka jarang berkomunikasi lantaran kesibukan namun
telepati diantaranya begitu kuat. Jika mereka kangen, mereka saling mendoakan,
dan itu yang menjadi penguat persahabatan indah itu. Jika raga tak mampu
berjumpa, doa yang akan menjaga mereka. Mereka hanya ingin sahabatnya bahagia
dan bahagia.
Ya sahabat bukanlah orang yang selalu ada
bersama kita setiap waktu. Bukan orang yang takut kehilangan kita. Namun sahabat adalah orang yang dengan segenap
hatinya mampu mengerti dan memahami kita. Jika diantara kita telah menemukan
sahabat, selayaknya dijaga karna persahabat adalah cerminan dari ketulusan. Dan
ketulusan adalah rangkaian dari nikmat-Nya. Baca juga Dari Teman Jadi Saudara
#semoga
bermanfaat dan hidup bahagia