Entradas populares

Aturan Tak Tertulis di Media Sosial

Disuatu siang  sepulang njagong manten temen sekolah, bersama rombongan mencari sumber air sekedar untuk membasahi kerongkongan yang lumayan kronis lantaran perjalanan antarkota antarprovinsi. Tibalah di sebuah warung es di bawah pohon, ditemani angin yang sumilir membuat kami sangat nyaman untuk bercerita kesana kemari. Diawali dari komentar tentang foto prewed salah seorang teman hingga topik pembahasan meruncing ke seorang terdakwa yakni Tina. Tina tidak lain adalah adik kelas kami. Tidak dapat dielakkan kami semua berteman dengan Tina dimedia social sekalipun kami tidaklah kenal dekat. Permasalahan disini, Tina sungguh over bin lebay menggunggah apapun foto2 dari tempat kerjanya. Dari foto selfi dengan background ruangan kerja barunya, mbenahin listrik, buang sampah, bekal makanan yang ia bawa, hingga foto2 pimpinannya yang ga’ sepatutnya dikonsumsi publik. Yachh  maklum saja dya baru keterima menjadi pegawai.

Di media social juga punya aturan, namun tidak tertulis. Setiap pengguna sebaiknya memahami hak dan kewajibannya layaknya di dunia nyata. Jangan sampai misi hadirnya media social yakni  mendekatkan yang jauh malah berubah menjadi menjauhkan yang sudah dekat. Sungguh ironi sekali.  Jangan sampai hanya lantaran ingin terlihat eksistensinya, terlihat kepandaiannya, terlihat kehebatannya, orang2 muak dengan kita. Perlu kita sadari akan hal ini, orang yang merasa sudah diatas angin mungkin sudah merasa paling well, sejatinya diatas langit masih ada langit. Mungkin yang bersangkutan sudah merasa pintar, tapi siapa sangka jika ada dibelahan dunia lainnya atau mungkin disebelah pitu kosnya ada anak adam yang jauh lebih pintar. Hanya saja yang bersangkutan tidak mau mempublish apa yang sedang dan sudah menimpanya. Prestasi apa saja yang sudah pernah diraihnya. Ia memilih kalem saja,.

Makanan kalau kelebihan garam, jatuhnya juga ga’ akan enak,. Bahkan ga’ akan kemakan lantaran tidak lagi ada selera. Begitu juga minuman yang kebanyakan gulanya, bisa2 eneg dan parahnya bisa menjadi pemicu diabetes. Sama halnya dengan media social. Media social jika digunakan sesuai porsinya akan baik2 saja dan bermanfaat bagi dirinya bahkan sesamanya. Namun jika berlebihan dan tidak sesuai aturannya, tidak dapat dipungkiri mampu menjauhkan hubungan baik yang sudah lama terbina.
#semoga bermanfaat hidup bahagia..


Penyesalan yang Berarti

Lama ga’ ngobrol dengan teman lama sungguh mengasikkan. Tak ada rasa canggung sekalipun sudah lama ga’ bertemu bahkan tak berkomunikasi.
#Aku baru merasakan paska lulus kuliah, kalau ternyata passion-ku bukan di jurusan kuliah. Aku sungguh tertarik di bidang psikologi yang notabennya ga’ ada hubungannya dengan ilmu perkuliahan. Karakteristik manusia yang unik mengasikkan untuk diteliti dan ditelisik. Berbekal sering menjadi tempat sampah orang2, membuatku tertarik dengan keilmuan ini. Jika dikatakan aku ini salah jurusan memang iya, dan sungguh terlambat yang berkadar kronis. Aku sungguh bersemangat jika menulis hal2 yang berkaitan dengan dunia psikologi. Hal yang tak kutemui jika aku menulis karya ilmiah di bidang perkuliahanku. Harus ada dateline baru ada ide. Andai aku bisa kembali ke 5 tahun yang lalu,.. ahhhh,. [curhat dan keluhku padanya].

Ternyata kita mempunyai kesamaan lagi. Toss kita sama [lagi] ternyata. Aku juga merasakan hal yang serupa. Hal yang konyol ku rasakan. Aku sungguh enjoy menjalani bisnis onlenku. Tak ada beban rasanya menjalankan bisnisku dan aku sunguh bersemangat sekali. Oneday aku ingin sekali mengembangkannya. Dan herannya aku ga’ ada bayangan bakalan bekerja di bidang perkuliahanku [juga]. Dan yang membuat aku menyesal, knapa aku tidak kuliah di jurusan ekonomi bisnis? Oh andai aku bisa memutar waktu. Tapi apa mungkin?? [gumamnya].

Apakah kita salah jurusan? Kenapa penyesalan justru hadir ketika sudah menggenggam sebuah title dibelakang nama yang tersemat di diri kita? kenapa passion ini bermunculan sesudah lulus? kenapa tidak dari dulu? dan seribu pertanyaan lainnya?.. Kita hanya bisa bekelakar menertawai kelucuan yang menimpa kita. lebih tepatnya kekonyolan yang menyapa kita berdua. 

Penyesalan tidak henti2nya menghantui di sebuah keputusan yang kita anggap salah. Mendramatisir penyesalan juga tidak kalah sakitnya, membuat psikologis smakin terguncang lantaran tak mampu meneriman kenyataan yang ada. Hingga ujungnya kita melupakan nikmat yang begitu luar biasa yang telah kita dapat selama ini.

Hidup kadang kita rasa tak adil lantaran apa yang kita inginkan tak selalu hadir dalam hidup kita. Terlebih ketika melihat sisi kanan kiri kita yang dirasa bahagia lantaran mendapatkan ini dan itu. Berbalik dengan apa yang kita rasakan dan apa yang kita dapatkan. Namun ketahuilah, apa yang ada di diri kita adalah sesuatu yang memang terbaik bagi kita. Jika ditarik benang merahnya, ketika merasa salah jurusan kita sesungguhnya harus bersyukur karna kita mempunyai kompetensi dobel. Dobel maksunya? Ya dobel, keilmuan yang kita pelajari di perkuliahan dan ilmu yang kita pelajari secara otodidak yang berdasarkan passion. Jikalau oneday bekerjanya tidak sesuai dengan background pendidikan sepertinya tidaklah mengapa. Kenapa? percayalah itu tak akan rugi. Justru kita akan mempunyai keilmuan2 baru yang mungkin jauh menantang hidup kita dan membuat kita lebih greget lagi dalam menjalaninya.

So,, penyesalan bukanlah sebuah hal buruk. Justru hal yang baik. Dengan menyesal kita akan tahu hal apa yang sebenarnya ingin kita lakukan. Jalan mana yang sebenarnya loe bingitzz. Dan itu justru pertanda baik, kita terindikasi “galau” dengan hidup kita. Kita ingin menghadirikan hal2 terbaik di hidup kita. Karna sejatinya, Tuhan memberikan hal2 terbaik untuk diri kita dengan maksud yang kita sering belum mengetahuinya. Karunia Tuhan tidak hanya berbentuk kebahagiaan saja, melainkan kesedihan bahkan kekecewaan. Dengan kesedihan, Tuhan menginginkan kita menjadi orang yang kuat dan tegar. Begitu juga karunia yang berupa kekecewaan. Tuhan menyelipkan pesan bahwa tak ada satupun hal yang bisa diandalkan kecuali-Nya. Hanya Tuhan yang mempunyai skenario terindah bagi makhluk-Nya. Ketika yang bersangkutan selalu berpikiran positif terhadap ketetapan Tuhan, disitulah letak ketenangan dan ketentraman. 

#semoga bermanfaat hidup bahagia..

Selagi [masih] Sendiri,, Enjoy Aja

Menjadi jomblo yang tak kunjung menikah  sering  kali menjadi bulan2nan teman2nya. Ada yang tulus dari hatinya prihatin akan keadaan tersebut, namun tak sedikit yang nyi2r iseng yang menjadikan hal tersebut manjadi bahan gossip ataupun bahan  lelucon. Ya namanya juga kehidupan, Tuhan yang nentuin – manusia yang njalanin — orang lain yang ngomentarin.

Sendiri bukan berarti yang bersangkutan sengsara ataupun tak bahagia. Adakalanya yang bersangkutan sengaja memilih sendiri [dulu] yang dilatarbelakangi faktor2 yang menempel di dirinya. Sangat setuju dengan sebuah kutipan. Married isn’t a race. Ya, menikah bukanlah sebuah ajang adu cepet2an. Ini masalah waktu saja. Waktu yang dimiliki satu dengan yang lainnyapun beragam dan berbeda.. so buat apa kita mendebatkan dan ngepoin masalah yang satu ini.?

Ada di sebuah fase dimana yang bersangkutan menjalani hidup merasa dirinya baik2 saja. Bebas mengeksplor apa yang ia kehendaki.  Tidak diribetkan dengan rasa cemburu yang ga’ jelas. Dan yang bersangkutan merasa bahagia dan tenang2 saja lantaran ia tahu apa yang akan dilakukan,  ia meyakini sepenuh hatinya kalau kondisi yang ada dirinya sekarang memang kehendak-Nya. Anehnya orang lain justru kepo yang ga’ jelas yang kadang bikin telinga memerah.

Jika diantara kita termasuk orang yang baik, lebih tepatnya termasuk kategori taman yang baik, sepatutnya kita mendoakan teman kita agar segera ditemukan dengan  jodoh terbaik dan tertepat untuknya. Yang akan menyempurnakan kehidupannya. Ntah apa yang ada di benak mereka yang hobinya ngepoin dan nyi2r terhadap kondisi  temannya yang belum menikah? Apakah  memang mereka sudah merasa hebat? Merasa lebih bahagia? Atau justru melihat teman yang belum menikah itu sebuah kejadian yang memilukan? Ah entahlah..

Berpasangan atau sendiri bukanlah sebuah alat penjamin bahwa yang bersangkutan bahagia. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh keduanya. Bagi yang masih sendiri ga’ usah berkecil hati, besuk jika waktunya bertemu dengan sang jodoh juga bakalan menikah kok. Ga’ mau kan menjalani kehidupan hanya untuk menjawab omongan orang lain? Sedangkan kita tahu, orang lain hanyalah pihak luar yang bisanya cuma ngomentarin. Toh ini hidup kita, yang tau baik buruknya juga hanya kita, jadi ignore saja omongan2 miring mereka daripada bikin hati ga’ karuan.

Orang baik pasti akan diperuntukkan bagi orang yang baik pula. Itu pasti.. so selagi masih sendiri gunakan waktu yang indah ini untuk memaksimalkan hal2 baik dalam arti seluas2nya. Memantaskan diri [dulu], agar nantinya kita pantas mendapatkan orang yang tepat bagi kita yang tak hanya menjadi pasangan hidup namun menjadi patner yang solid dalam mengaruhi indahnya kehidupan berumah tangga.
#semoga bermanfaat hidup bahagia..

Rejeki dalam Bentuk yang Berbeda


Disuatu waktu teman yang memiliki keterbatasan penglihatan telepon, dan seperti biasa cerita kesana dan kemari. Singkat kata dia baru menyelesaikan tesisnya dan ingin segera wisuda di beberapa bulan kedepan. Selain itu dia juga nyambi kerja onlen, di sebuah web jual beli onlen sebagai pengecek pengunjung dan menawarkan iklan produk kepada mereka [red:visitors]. Dengan keterbatasan penglihatan, ia berjuang dan berusaha semaksimal mungkin apa yang bisa ia lakukan. Tanpa mengeluh dan mengeluh. Berbeda denganku yang hidupnya seringkali mengeluh.
#Sosok temanku ini menginspirasiku dalam menyelesaikan masalah tanpa keluhan, namun dengan tindakan. Ketenangan yang terpancar dari jiwanya mengajarkanku arti lapang dada, berdamai dengan takdir, tawakal dan tak kenal menyerah. Keterbatasan yang ia alami bukanlah menjadi penghalang baginya untuk menjadi orang yang sukses. Cibiran dan cemooh menempa pribadinya hingga kini menjadi orang yang berprinsip dan mempunyai arah hidup yang bikin orang angkat jempol.
   
    Disudut lain, ada orang yang baik dan perhatian. Dia sepantaran dengan omku tepatnya. Seringkali orang tersebut ngambilin motor kala aku mau pulang sekolah. Bahkan pernah juga sewaktu  pake motor tua, dia nge-slah­  [red:hidupin motor] lalu dikasih ke aku.  Sempat merasa ada yang aneh dengan keadaan ini, lantaran dia sangat baik denganku. Berbeda tatkala perlakuannya dengan teman lain.
#sosok  orang yang sepantaran dengan omku ini mengajarkan aku akan makna gemati atau kasih sayang yang tulus. Dan semakin kesini menyadari, kalau kita gemati dengan orang itu tidak bisa kita tentukan apakah  dengan si anu atau si ini. Namun hati kecil kita dan naluri kitalah yang memilihnya.
    
    Awalnya ga’ sengaja jadi guru les, lantaran dimintain tolong temen untuk menggantikannya. Ya perlahan aku menjalani hingga kini lumayan sudah beberapa “mantan” muridku. Dalam pengajarannyapun aku biasa, bahkan ga’ istimewa. Namun satu hal aku memposisikan diri sebagai temannya. Jadi mereka bebas bertanya apapun diluar pelajaran yang kita pelajari. Malah lebih condong aku sebagai teman sharing-nya.  Tanpa aku memulainya, mereka sudah nerocos dengan unek2 ataupun pertanyaan2 yang ada di benak mereka. Dari masing2 murid beragam karakternya, begitu pula beragam penanganannya. Namun satu hal kesamaan mereka, ketika aku pamit untuk menyudahi les, mereka sedih dan ga’ bisa berkata2. Terlihat dari sorot matanya, ingin nangis namun malu. Kalau boleh meminjam istilah anak muda jaman sekarang, mereka galau. Lantaran ga’ akan ketemu aku lagi. “Ah jangan berlebihan nok sedihnya, walau kita sudah ga’ belajar bareng kamu bisa ke rumahku ataupun sebaliknya kan”, ujarku. Sempat juga dulu selepas aku pamitan untuk menyudahi les lantaran yang bersangkutan sudah mampu belajar sendiri dan mandiri,  ia  sms memastikan apakah aku sudah sampai ke rumah? seraya sms yang berbungkus nada kekhawatiran.
#respon murid2ku mengajarkanku arti ketulusan. Ketulusan yang berasal dari lubuk hati terdalamnya, ga’ dibuat2 pula. Rasa kehilangan muncul lantaran intensitas yang lumayan sering dalam jangka waktu rata2 1 tahun belakangan ini. Mungkin mereka merasakan akan kehilangan sosok kakak tempatnya sharing. Yang ketika sharing ga’ ada malu ataupun takut, ga’ setakut jika sharing dengan keluarganya.
     
    Teringat akhir 2010 silam, dipertemukan dengan anak kelas 1 SD di barak pengungsian letusan Gunung Merapi. Komunikasi dengan anak tersebut dan keluarganyapun sampai sekarang masih terjalin baik., bahkan sangat baik.  Ketika akhir2 ini sering ada berita tentang Merapi ataupun ketika Merapi mengeluarkan letusan2 kecil hingga setatusnya naik menjadi waspada, hati kecil ini juga merasakan kekhawatiran. Ga’ tenang, seolah ada rasa yang tertinggal disana. Ada keluarga disana. Walau kisah pertemuan dengan keluarga mereka, tidak lebih dari 1 jam di posko anak2 di barak pengungsian. Namun komunikasi dan sambutan hangat bahkan sangat hangat dari keluarganya membuatku sangat dihargai. Pertemuan singkat tersebut ternyata mengena bagi anak kelas 1 SD itu.  Ia adalah Ima. Dalam setiap telepon ataupun sms-nya, ia selalu menanyakan kapan aku bisa main kerumahnya lagi? Katanya ia kangen.
#kala melihat Merapi, hati ini gamang. Ingin rasanya terbang kesana, berjumpa dengan keluarga baru-ku. Keluarga yang sangat baiiiiiiik, yang menunggu kehadiranku. Dulu Ima pernah telepon dan berkata, “kak, besuk kalau Merapi meletus [lagi], berarti aku bisa ketemu kakak ya?”
Sungguh kado yang tak ternilai yang Allah berikan untuk-ku. Orang2 yang asing, yang sejatinya kita tak mengenal secara dalam karakter maupun kebiasaannya, namun  sudah menganggap kita yang bukan siapa2-nya menjadi bagian keluarganya dan menanti kehadiran kita, sungguh nikmat yang tak dapat diungkapkan dengan kata.
    
    Kisah2 diatas sebagai upaya diri untuk menghindar dari rasa kufur yang sangat tipis jaraknya. Sedih dan galau berkepanjangan lantaran terlalu fokus dengan tertutupnya 1 pintu rejeki, namun lupa kalau tanpa disadari Tuhan memberikan berbagai macam pintu2 rejeki terbuka  yang diperuntukkan untuk kita. Salah satunya mendapatkan perlakuan sangat baik dari orang2 yang belum mengenal kita secara utuhnya. Nikmat lain yang kadang tanpa kita sadari ketika kehadiran kita dirindukan dan dinantikan oleh orang lain. Kadang kita merasa apa yang dilakukan untuk orang lain hanyalah biasa, sewajarnya saja. Namun tidak sedikit yang beranggapan apa yang kita lakukan adalah luar biasa baginya. Bermanfaat sekali dalam kehidupannya. Hingga tak dapat dipungkiri kita sudah dianggap menjadi bagian dari keluarga besarnya. Subhanallah..
#semoga bermanfaat hidup bahagia..

Makna Dibalik Kebebasan

Kebebasan yang diberikan ortu sejatinya sebuah ujian untuk kita, apakah kita mampu menjaganya atau justru menyalahgunakannya. Teringat cerita seorang kawan lantaran poin sangsi di sekolahnya sudah terlalu penuh dan bahkan sudah tak dapat ditoleririr  lantaran “kreatifnya” masa itu. Mau tidak mau ia harus hengkang dari sekolah tersebut, jikalaupun masih bertahan ia tidak akan naik kelas. Dan itulah sebuah  konsekuensi yang harus ia jalani dari tindakannya.
Kini ia sudah dewasa dan diperjalanan hidupnya ia selalu diberikan kebebasan dari ortunya. Ortunya hanya memberikan gambaran kehidupan dengan potret konsekuensi yang harus ia tempuh dalam setiap keputusan yang ia ambil.  Dan yang makin salut dengan kawan yang satu ini, dia tetap menjalankan kehidupan dengan berbagai warna-warninya. Eforia anak muda-pun ia jalani, hingar bingar duniapun tak lepas dari sorotannya, namun satu hal yang salut darinya, ia masih berfikiran panjang dalam setiap pengambilan keputusan. Ketika apa yang ingin ia ambil berisiko buat masa depannya, ia memilih menundanya, memilih mengurungkan niatnya.
#Hanya kita yang mampu mengendalikan kemana arah yang ingin kita ambil, sekalipun angin sering mengaburkan dan mengecohnya. Benteng pertahanan-pun tak kalah pentingnya untuk selalu dibangun, agar tidak menyesal dikemudian hari.

Kisah lainnya dari teman kecilku. Dengan ketakutan ia meminta ijin kepada ayahnya untuk dapat melewatkan malam tahun baru bebakaran di rumah teman kuliahnya. Ia kebingungan, karna ia beranggapan kalau sang ayah pasti tak akan mengijinkan. Terlebih sang ayah terkenal protektif dan ia seorang gadis pula. Malam2 keluyuran mana boleh,.. [gumamnya  dalam hati]. Namun jawaban sang ayah justru sebaliknya. Sang ayah mengijinkan,, hingga sang anak-pun mengulangi jawaban ayahnya seolah mengkonfirmasi jika omongan ayahnya tidak-lah keliru ia dengar. Jika nanti pulangnya malam bahkan pagi bagaimana yah? Teman2 kelas banyak yang tidur disana kok yah,..  [dengan ekspresi pasrah seandainya tidak diperbolehkan oleh sang ayah],. Sang ayahpun menjawab dengan jawaban yang sama, ya boleh,. jaga diri dan hati2 ya..
Tepat setahun berikutnya ia meminta ijin [lagi] kepada ayahnya kalau ia akan melewatkan tahun baru berikutnya ke luar kota bersama beberapa teman kampungnya. Sang ayah-pun mengijinkan dan tanpa panjang kata. Yaa, hati2.. Sepulang dari luar kota sang anak bertanya kepada sang ayah, tentang alasan mengapa ia selalu diijinkan oleh ayahnya melakukan hal2 yang mungkin bagi kebanyakan orang tua hal tersebut dilarang bagi anak perempuannya. Dan jawaban ayahnya sangatlah diplomatis,. "Kamu sudah dewasa kan dan kamu sudah tau kalau api itu panas, maka kamu pastinya ga’ akan mendekat bahkan menyentuh kan??" [tersenyum lebar]. Beginikah rasanya diberikan kepercayaan? [gumamnya dalam hati] . Lagi2  si anak  bertanya lantaran belum puas dengan pola pikir ayahnya yang berbeda pada umumnya.  Kenapa ayah kok begitu percaya denganku? Sedangkan banyak teman yang ga’ dapat ijin dari ortunya?.Dan lagi2 jawabnya simpel, "karna aku tau kamu.”
#kebebasan yang diberikan ortu salah satunya karena ortu tau karakter sang anak. Beliau paham jika sang anak tidak akan melanggar ataupun menghianati kepercayaan yang ia berikan.
     
    Dua kisah ini menggambarkan arti kebebasan yang diberikan orang tua kepada anaknya. Dan kedua anak ini menggunakan kebebasan tersebut disertai tanggung jawab penuh. Godaan pasti ada, namun tanggung jawab atas amanah inilah yang membuat mereka enggan melanggarnya.  Dan bahagia itu tatkala mampu menjaga mahalnya  sebuah kepercayaan.

#semoga bermanfaat hidup bahagia..

Bencilah Sewajarnya


    Awal pertemuan disatukan  dalam suatu komunitas. Atas dasar perasamaan ideologi dan cara pandanglah yang menjadi perekatnya.banyak momen indah dilalui bersama, hingga suatu saat konflik mulai biasa  temen  diantara mereka. Satu dua  tiga kali konflik dapat diredam, namun semakin lama tiada yang sanggup menahan satu dengan yang lainnya. Sejatinya permasalahannya sungguh sederhana dan simpel, yakni “batu” yang ada pada masing2. Batu alias keras kepala, yang tak mampu mengalah satu dengan yang lainnya, hingga endingnya hengkang dri komunitaspun sebagai alternatif penyelamat komunitas yang telah lama dibentuk ini..

Daripada bersama2 namun tidak menyehatkan pikiran dan perasaan lebih baik melepaskan diri agar hubungan yang awalnya baik akan tetap baik. Namun itu hanyalah sebuah teori saja,. Walaupun tak bersama ternyata “dongkol” masih ada dalam dirinya. Yahh ibarat jatuh pasti menyisakan  luka yang membekas, ntah kapan hilangnya tak dapat diprediksi,. yang tak berbilang tahunnya.

Atas ijin Allah, sore itu mereka dipertemukan  dalam suatu acara. Ntah apa namanya, seolah ada magnet untuk menarik keduanya untuk bertegur sapa. Senyuman diantaranya-pun mengisyaratkan tanda tanya. Terpukau akan perubahan yang sekian lama tak berjumpa ataupun rasa yang lainnya,, ahh entahlah., yang jelas sejak pertemuan itu, mengaburkan rasa yang pernah menjadi ganjalan diantara mereka. Dan atas ijin-Nya komunikasi diantaranya kembali mencair.

Saling memaafkan yang tak terucap dari masing2 seolah menjadi awal gerbang kehidupan baik mereka. Intensitas  komunikasi-pun mengembalikan keharmonisan hubungan mereka. Dan tanpa disadari ada getaran2 yang tak lazim diantara persahabatan itu. Semakin disangkal, semakin salah tingkah. Sekuat apapun untuk menghilangkan rasa itu, malah semakin nyata dan jelas bayangnya. Aahhh apa ini namanya?

Dan benar ketika Allah sudah mentakdirkan seseorang untuk bersanding dengan pilihanNya, apapun rasa yang melatarbelakangi sebelumnya sinar sudah. Rasa benci berganti dengan sayang. Dan atas ijin-Nya, waktu menyatukan mereka dalam ikatan suci.  Kenangan konyol dimasa muda itu yang kian menjadi pelengkap dan penyedap bumbu dalam kehidupan mereka.

     Pelajaran yang dapat diambil yakni, jangan terlalu membenci seseorang terlalu dalam dan terlalu lama,. Bencilah sekedarnya. Karna kita tak akan pernah tahu kalau orang yang sangat kita benci adalah orang yang akan menjadi orang yang paliiiiiing kita sayang.
#semoga bermanfaat hidup bahagia..

Juara Itu Ketika Mampu Memaafkan

  
Awal yang baik, tak selalu berakhir dengan baik pula. Begitu juga interaksi dengan  orang terdekat dalam kehidupan kita. Misal teman kerja, sahabat, ataupun tetangga. 1000 kepala begitu juga 1000 isi pikirannya. Barangkali seperti itu-lah kira2.  Manusia pada dasarnya memiliki sifat dan karakter unik satu dengan yang lainnya. Tidak mengherankan jika kadang mengerutkan kening tatkala melihat fenomena tentang berbagai macam karakteristik orang. Ada 2 makna “kok bisa”, yakni “kok bisa”  dalam konteks terpukau nan salut dan “kok bisa” dalam konteks negatif nan heran.

Tak pernah ada yang bisa tahu ending dari setiap hubungan yang kita bina dengan orang lain. Ada yang longlast pek tua tetep komunikasi walau jarak membentang,  ada pula yang putus komunikasi sekalipun jaraknya cuma hitungan meter, bahkan parahnya hanya sekedar baik diluaran sedangkan didalam hati bencinya minta ampun. Kita mengenalnya dengan istilah lamis. Yang artinya hanya manis di bibir saja, dihati hanyalah kebalikannya.

Warna warni kejadian silih berganti menghiasai dinamika kebersamaan yang telah tercipta, sehingga tidak mengherankan konflik kerap menjadi pelengkap dan penyempurna hubungan itu. Ada yang hanya sebentar, ada pula yang membekas luka hingga susah untuk sembuh. Susah untuk melupakan kenangan buruk yang menimpanya. Dan yang ada hanyalah berlama-lama berkerumun dengan berbagai macam luka yang saling bersinergi mengacaukan pikiran kita, tak heran anti pati terhadap mantan sahabat kerap tercipta. Yang terjadi, dulu sahabat dan sekarang pengkhianat.

Lalu apa yang harus dilakukan?? Dan ternyata juara itu ketika kita mampu memaafkan, memaafkan kesalahan diri sendiri tatkala telah mengijinkan luka bersemayam begitu lamanya. Tatkala keegoisan membiarkan hati terluka begitu dalamnya. Luka yang menggerogoti relung hati, hingga mengaburkan pandangan positif terhadapnya. Manusia memang tempatnya salah. Buat apa kita memendam luka yang begitu menyiksa. Lepaskan, lepaskan dan lepaskan,.. maafkan, maafkan dan maafkan. Karna hanya itu yang menjadi kuncinya.

Melepaskan luka yang menjerat pikiran dan energi kita à memaafkan diri sendiri atas keegoisan terlalu lama memikirkan hal2 tak bermanfaat à terciptanya keihlasan, kebahagiaan, ketenangan, dan ketentraman dalam kehidupan.
#semoga bermanfaat hidup bahagia..



Buscar

 
Healthy Happy and Wealthy Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger