Suatu malam di warung burjo terdapat percakapan antara seorang
bapak dengan seorang pemuda. Kebetulan pemuda tersebut baru saja pulang kerja
dan sedang menikmati panasnya mie godog pesenannya, sedangkan di sudut utara
ada seorang bapak bergegas pulang setelah menghabiskan secangkir kopi. Tanpatedeng
aling2 ataupun tanpa basa-basi sang bapak menghampirinya.
Bapak: haii mas,
kok ga’ pernah kelihatan? kemana pemuda sekarang ini,?
pemuda adalah motor penggerak kegiatan di kampung, di tangan pemuda-lah tercipta
kreasi2 yang bisa menjadikan kampung ini menjadi lebih produktif.
Pemuda:
tersenyum,..(menyadari karna jarang keluar lantaran benturan kesibukan)
Bapak: generasi
muda seharusnya menjadi pelopor setiap kegiatan2 sehingga kampung ini bisa
maju, tidak malah sepi sesepi ini. Banyak hal yang bisa dilakukan kok untuk
memberdayakan potensi2 dari warga. Kalauga’ ada yang nggerakin,
maka semua bakal asik dengan dunianya masing2. Kamu-lah mas, yang nyontohin teman2-mu
biar pada aktif di kegiatan kampung. Buatlah program2 menarik
sehingga bisa menjadi magnet bagi mereka untuk meramaikan kampung ini lagi.
Pemuda: tersenyum
kembali,. [dalam hati: si bapak lupa kali ya, bukankah anaknya yang
diamanahkannya sebagai ketua pemuda??]
Cuilan kisah diatas menyiratkan betapa mudahnya orang mengoreksi
kesalahan ataupun kejelekan yang ada pada orang lain. Begitu gampangnya melihat
borok yag ada pada orang lain, tanpa berfikiran klo yang bersangkutan juga
kurang sempurna., yang bersangkutan juga punya kekeurangan. Si bapak dalam
penggalan di atas menyiratkan karakter dengan mudahnya mengoreksi kesalahan
orang lain tanpa dia befikir klo anaknya-lah yang mempunyai tanggung jawab
sebagai leader pemuda di kampungnya. Sedangkan si pemuda
tersebut jarang berkontribusi di kampungnya lantaran ia harus memperjuangkan
kehidupannya.. Keadaannya mengharuskan ia bersikap tangguh pasca
pepisahan kedua orang tuanya. Kerja di beberapa tempat-pun dengan iklas ia
jalani agar kebutuhan2 tercukupi. Jadi sunguh maklum jika ia jarang aktif di
kampungnya.
Sungguh ironis memang, hal termudah adalah mengkritik serta mengoreksi kejelekan
orang lain, sedangkan hal tersulit adalah mengoreksi diri sendiri. Begitu juga
dengan sebuah kata yang bernama kritikan. Dengan mudah mengkritik orang lain
bahkan tanpa diminta,, sedangkan ketika ia dikomentari ia akan marah dan bahkan
meradang bukan kepalang. Yaps.. gajah dipelupuk mata tak nampak,
kuman disebrang lautan nampak.
Melihat fenomena diatas, agar tidak seperti si bapak, kita
jangan mudah menyimpulkan tentang apa yang kita lihat secara kasat mata.
Penampilan luar belum tentu mewakili keadaannya yang asli se-aslinya.
Kurangilah mengurusi urusan orang lain., yang sebaiknya dilakukan ialah
mengkoreksi apa yang ada di diri kita sbelum mengkoreksi kesalahan yang ada
pada orang lain. Jika orang lain negatif, biarkan saja,. Singkat kata urusilah
apa yang ada diri kita ajah, biarkan mereka dengan kehidupannya. Dalam hal ini
cuek dengan urusan orang lebih baik daripada kepo ngurusin urusan orang
yang kadang kita jauh lebih buruk daripada orang yang kita anggap randah.
#salam hidup bahagia..