Entradas populares

Showing posts with label nikmat Allah. Show all posts
Showing posts with label nikmat Allah. Show all posts

pamer atau butuh pengakuan?

Lagi seneng posting mengenai cara mengekspresikan kebahagiaan orang...

Masih ingat ga ketika kita dulu pas anak-anak? sekitaran usia TK gitu,.. Nah usia itu kita pasti akan bangga kalo punya barang baru. Auto pamer dan cerita ke temen-temen sekolah dong ya kalo kaos kakinya baru, sepatunya baru, dikasih baju oleh nenek, dibeliin cincin oleh budhe, dll. Menariknya, anak seusia TK itu kalo cerita ya cerita aja, pamer ya pamer aja... 

Nah, tidak sedikit orang dewasa yang masih terjebak di karakter anak TK di atas, mereka suka sekali memamerkan barang-barang terbarunya. Hanya saja, kalo orang dewasa itu pamernya ga murni pamer tapi ada tendensi salah satunya pingin bikin tetangga panas, butuh pengakuan, pingin dipuji hebat, bahkan merasa paling sempurna dibanding orang-orang sekitarnya...

Pamer aja ga baik apalagi pamer dengan berbagai macam tendensi untuk melukai hati lingkungannya. Tapi ini banyak dijumpai dan kadang ngerasa harus gini banget ya effort yang lagi butuh pengakuan? Orang akan tau kok kalo yang bersangkutan lagi pakai sepatu merk N***, jilbab merk E*****, jam merk N****, mobil merk H**, dll. Jadi, saya rasa ga perlu menginfokan kemana-mana kalo apa yang dya pakai adalah barang baru. Sometimes yang denger malah malu, karna itu sesuatu yang biasa aja..

Ada hal yang mungkin ga disadari bahwa orang terlihat menawan itu tidak serta merta hanya karna barang-barang branded yang ia kenakan. Maybe bisa disebut positive vibe yang muncul di orang tersebut yang semakin memberikan kesan mewah, positif dan mempesona meskipun yang terlihat ia hanya mengenakan pakaian yang sewajarnya. Dan positive vibe ini tidak ada yang jual, karena hanya akan tumbuh dan muncul dari kepribadian orag-orang tertentu.

Membeli ini dan itu adalah hak masing-masing kok asal pakai uangnya sendiri. Akan menjadi hal yang tidak baik itu manakala diberi rejeki oleh Allah untuk bisa membeli ABCD namun takabur dan merendahkan orang lain yang fokusnya tidak sedang di ABCD. Perlu digaris bawahi, tidak semua orang seberuntung kalian, bisa menghambur-hamburkan uang hanya untuk terlihat eksistensinya.

Banyak disudut lain, orang yang sedang berjibaku untuk bisa makan di esok harinya, jadi pahamkan kan ketika mereka tidak bisa membeli ABCD bukan berarti mereka cupu. Terdapat prioritas hidup dalam setiap perjalanan seseorang. Jika kamu mampu beli ABCD monggo silahkan, hanya saja jangan sampai pamermu itu melukai orang yang sedang berjuang untuk tetap bisa beli beras untuk makan keluarganya.

Satu lagi deh, hartamu itu hanya titipan lo.. Jadi gunakan dengan bijak, namanya titipan tau kan? Ya sewaktu-waktu yang punya ngambil ya bakal ilang. Bijaklah pula dalam bersikap manakala kamu sedang di atas angin yang bisa beli apa-apa untuk tidak merendahkan orang lain yang tidak sederajat denganmu. Roda berputar lo, apa kamu sudah siap ketika yang punya takdir memutar  rodamu? Semua didunia ini mungkin. Jadi kalo lagi sedang banyak harta, syukuri. Jika lagi dapat kesedihan hadapi, jika lagi dapat kebahagiaan nikmati, jika lagi dapat tantangan jalani. 

Skenario Allah tidak akan pernah salah sasaran. Akan selalu ada hal-hal baik yang Allah berikan kepada setiap makhlukNya. Entah berupa kekuatan dibalik musibah, bijaksana dibalik kemewahan, kemandirian dibalik kesempitan, keteguhan hati dibalik prioritas. Allah selalu baik dan akan tetap baik. Bersyukur, bersyukur dan bersyukur atas setiap takdir yang Allah berikan.

#reminder


bantuan-Mu

Berbagai kisah yang kita alami menempa diri kita untuk menjadi lebih kuat dan berbenah. Disadari atau tidak, Allah mengirimkan orang-orang pilihan-Nya untuk menemani kita menyelesaikan permasalahan yang sedang kita hadapi.

Bagaimana aku bisa melupakanmu?
Bagaimana aku bisa melupakanmu kalau kamu adalah rejeki yang tak mampu terdeskripsikan. Ketulusanmu, kebaikanmu serta kepedulianmu meluluhlantahkan pikiranku. Ketika  jiwa ini sudah pasrah atas semua usaha dan upaya, disitulah Allah bergantian "bekerja". Salah satunya memgirim kamu menjadi patner dalam proses mendewasakan diri ini. Awalnya berpikir, kok kamu? orang yang baru aku kenal yang nyatanya memberikan kesadaran kepadaku bahwasanya solusi dari Allah bisa darimana saja. Skenario Allah sungguh awesome, menghadirkan orang baru yang mengisyaratkan bahwa masih ada loh yang menghargai usahamu, masih ada loh yang berpikir positif tentangmu, masih ada loh yang mendukungmu segenap jiwanya jauh dari ekspektasimu, masih ada loh orang yang menginginkan kamu sukses dan bahagia.

Bagaimana aku mampu membalas kebaikanmu?
Memang masalah itu mampu membuat kita mendewasa. Kita makhluk sosial yang memang tertakdir tak mampu hidup sendiri. Kita didesain olehNya untuk saling tolong menolong. Setelah terbantu dan masalah sudah teratasi, hadir rasa "dengan apa aku bisa membalas kebaikanmu?" Nyatanya doa tulus adalah balasan terdahsyat. Doa yang muncul dari hati terdalam dan kesungguhan. Kita tak mampu bersama dengannya setiap waktu, kita tak mampu untuk stand by manakala dya membutuhkan bantuan kita. Terbatasnya jarak dan kesibukan dapat diredam dengan doa yang kelak doa akan melindunginya dalam setiap langkahnya, yang kelak melancarkan disetiap usahanya, yang kelak akan memudahkan dalam setiap keputusannya, yang kelak akan menjadi kawan dalam setiap pengembaraannya.

Bagaimana aku mampu menjaga hubungan baik ini?
Semakin banyak umur seseorang maka akan semakin banyak pula hal yang dikerjakan dan dipikirkan. Kadang lupa me-maintance hubungan baik dengan orang-orang yang pernah ada untuk kita. Ya lupa bukan melupakan. Lupa hakikat manusia. Jikalau kita sudah nyaman dan senang berteman dengannya, maka perlakukanlah ia layaknya saudara. Kenapa saudara? asumsinya saudara itu punya ikatan. Sesibuk apapun kalau saudara pasti akan menyempatkan hadir dan menyapa. Jikalau tidakpun, bagaimanapun bentuk saudara tetep menempati ruang di hati dan pikiran kita. Sayang sekali jika hubungan yang sangat baik tidak terawat yang berujung putusnya komunikasi dan berujung menjadi sebuah kenangan [saja].


Mereka yang silih berganti hadir di dalam kehidupan kita baik orang yang meninggalkan dan menorehkan tawa, duka, amarah adalah orang-orang pilihan-Nya. Mereka mempunyai waktu untuk membersamai kita. Mereka tak selamanya mampu berbagi suka duka dengan kita karna hidup terus berjalan. Atas nama mengejar cita-cita, cinta dan sederet alasan lainnya, hubungan yang sudah terajut akan memudar dengan sendirinya seiring dengan pertemuan dengan orang-orang baru di pihak kita maupun pihaknya. 

Mengapa terjadi seperti ini? Allah menginginkan kita untuk selalu belajar dan menghargai apa yang ada di depan mata kita. Sudahi bersikap kufur, karna kita akan tau betapa berharganya seseorang kalau kita sudah tak lagi bersamanya. Jangan sekali-kali melukai orang-orang yang mau dan sudi menolong dan menyempatkan waktunya untuk kita. Mereka adalah rejeki yang tak berwujud materi namun rejeki yang berbentuk ketentraman. 

Kok tentram? yaa, karna kita masih punya patner yang tulus ada untuk kita. Bayangkan saja kita punya 1000 teman namun ketika kita terpuruk mereka berbarengan auto sibuk. Sakit hati kan yak? yuk cek kontak di hp,kita jalin silaturahmi yang sempat memudar karna ini dan itu dengan para "pahlawan" di kehidupan kita. Selagi masih ada kesempatan ucapkan terimakasih pada mereka. Jika ada kesempatan bertemu mari luangkan waktu sejenak. Namun jika jarak membentang cukup doakan mereka agar selalu diberikan kesehatan, kelancaran dan kemudahan dalam menjalani kisahnya.

Dear kalian, orang-orang yang dipilih Allah untuk menemaniku dalam mejalani babak per babak di kehidupanku...
Terimakasih ya atas semua kebaikan, waktu, tenaga, telinga, hati,jemari, mata,kuota, sabar, cinta, sayang, empati, welas asih untukku. Semoga semua kebaikanmu kembali padamu ya,. Berkah tersendiri untuk orang macam aku ini diberi kesempatan untuk mengenal dan mengukir kisah dengan orang-orang hebat seperti kalian. Bolehkah aku mengatakan sesuatu hal? Betapa beruntungnya aku dipertemukan dengan kalian dan kalian adalah bentuk karunia Allah yang tak mampu aku dustakan.

#self reminder  

Rejeki dalam Bentuk yang Berbeda


Disuatu waktu teman yang memiliki keterbatasan penglihatan telepon, dan seperti biasa cerita kesana dan kemari. Singkat kata dia baru menyelesaikan tesisnya dan ingin segera wisuda di beberapa bulan kedepan. Selain itu dia juga nyambi kerja onlen, di sebuah web jual beli onlen sebagai pengecek pengunjung dan menawarkan iklan produk kepada mereka [red:visitors]. Dengan keterbatasan penglihatan, ia berjuang dan berusaha semaksimal mungkin apa yang bisa ia lakukan. Tanpa mengeluh dan mengeluh. Berbeda denganku yang hidupnya seringkali mengeluh.
#Sosok temanku ini menginspirasiku dalam menyelesaikan masalah tanpa keluhan, namun dengan tindakan. Ketenangan yang terpancar dari jiwanya mengajarkanku arti lapang dada, berdamai dengan takdir, tawakal dan tak kenal menyerah. Keterbatasan yang ia alami bukanlah menjadi penghalang baginya untuk menjadi orang yang sukses. Cibiran dan cemooh menempa pribadinya hingga kini menjadi orang yang berprinsip dan mempunyai arah hidup yang bikin orang angkat jempol.
   
    Disudut lain, ada orang yang baik dan perhatian. Dia sepantaran dengan omku tepatnya. Seringkali orang tersebut ngambilin motor kala aku mau pulang sekolah. Bahkan pernah juga sewaktu  pake motor tua, dia nge-slah­  [red:hidupin motor] lalu dikasih ke aku.  Sempat merasa ada yang aneh dengan keadaan ini, lantaran dia sangat baik denganku. Berbeda tatkala perlakuannya dengan teman lain.
#sosok  orang yang sepantaran dengan omku ini mengajarkan aku akan makna gemati atau kasih sayang yang tulus. Dan semakin kesini menyadari, kalau kita gemati dengan orang itu tidak bisa kita tentukan apakah  dengan si anu atau si ini. Namun hati kecil kita dan naluri kitalah yang memilihnya.
    
    Awalnya ga’ sengaja jadi guru les, lantaran dimintain tolong temen untuk menggantikannya. Ya perlahan aku menjalani hingga kini lumayan sudah beberapa “mantan” muridku. Dalam pengajarannyapun aku biasa, bahkan ga’ istimewa. Namun satu hal aku memposisikan diri sebagai temannya. Jadi mereka bebas bertanya apapun diluar pelajaran yang kita pelajari. Malah lebih condong aku sebagai teman sharing-nya.  Tanpa aku memulainya, mereka sudah nerocos dengan unek2 ataupun pertanyaan2 yang ada di benak mereka. Dari masing2 murid beragam karakternya, begitu pula beragam penanganannya. Namun satu hal kesamaan mereka, ketika aku pamit untuk menyudahi les, mereka sedih dan ga’ bisa berkata2. Terlihat dari sorot matanya, ingin nangis namun malu. Kalau boleh meminjam istilah anak muda jaman sekarang, mereka galau. Lantaran ga’ akan ketemu aku lagi. “Ah jangan berlebihan nok sedihnya, walau kita sudah ga’ belajar bareng kamu bisa ke rumahku ataupun sebaliknya kan”, ujarku. Sempat juga dulu selepas aku pamitan untuk menyudahi les lantaran yang bersangkutan sudah mampu belajar sendiri dan mandiri,  ia  sms memastikan apakah aku sudah sampai ke rumah? seraya sms yang berbungkus nada kekhawatiran.
#respon murid2ku mengajarkanku arti ketulusan. Ketulusan yang berasal dari lubuk hati terdalamnya, ga’ dibuat2 pula. Rasa kehilangan muncul lantaran intensitas yang lumayan sering dalam jangka waktu rata2 1 tahun belakangan ini. Mungkin mereka merasakan akan kehilangan sosok kakak tempatnya sharing. Yang ketika sharing ga’ ada malu ataupun takut, ga’ setakut jika sharing dengan keluarganya.
     
    Teringat akhir 2010 silam, dipertemukan dengan anak kelas 1 SD di barak pengungsian letusan Gunung Merapi. Komunikasi dengan anak tersebut dan keluarganyapun sampai sekarang masih terjalin baik., bahkan sangat baik.  Ketika akhir2 ini sering ada berita tentang Merapi ataupun ketika Merapi mengeluarkan letusan2 kecil hingga setatusnya naik menjadi waspada, hati kecil ini juga merasakan kekhawatiran. Ga’ tenang, seolah ada rasa yang tertinggal disana. Ada keluarga disana. Walau kisah pertemuan dengan keluarga mereka, tidak lebih dari 1 jam di posko anak2 di barak pengungsian. Namun komunikasi dan sambutan hangat bahkan sangat hangat dari keluarganya membuatku sangat dihargai. Pertemuan singkat tersebut ternyata mengena bagi anak kelas 1 SD itu.  Ia adalah Ima. Dalam setiap telepon ataupun sms-nya, ia selalu menanyakan kapan aku bisa main kerumahnya lagi? Katanya ia kangen.
#kala melihat Merapi, hati ini gamang. Ingin rasanya terbang kesana, berjumpa dengan keluarga baru-ku. Keluarga yang sangat baiiiiiiik, yang menunggu kehadiranku. Dulu Ima pernah telepon dan berkata, “kak, besuk kalau Merapi meletus [lagi], berarti aku bisa ketemu kakak ya?”
Sungguh kado yang tak ternilai yang Allah berikan untuk-ku. Orang2 yang asing, yang sejatinya kita tak mengenal secara dalam karakter maupun kebiasaannya, namun  sudah menganggap kita yang bukan siapa2-nya menjadi bagian keluarganya dan menanti kehadiran kita, sungguh nikmat yang tak dapat diungkapkan dengan kata.
    
    Kisah2 diatas sebagai upaya diri untuk menghindar dari rasa kufur yang sangat tipis jaraknya. Sedih dan galau berkepanjangan lantaran terlalu fokus dengan tertutupnya 1 pintu rejeki, namun lupa kalau tanpa disadari Tuhan memberikan berbagai macam pintu2 rejeki terbuka  yang diperuntukkan untuk kita. Salah satunya mendapatkan perlakuan sangat baik dari orang2 yang belum mengenal kita secara utuhnya. Nikmat lain yang kadang tanpa kita sadari ketika kehadiran kita dirindukan dan dinantikan oleh orang lain. Kadang kita merasa apa yang dilakukan untuk orang lain hanyalah biasa, sewajarnya saja. Namun tidak sedikit yang beranggapan apa yang kita lakukan adalah luar biasa baginya. Bermanfaat sekali dalam kehidupannya. Hingga tak dapat dipungkiri kita sudah dianggap menjadi bagian dari keluarga besarnya. Subhanallah..
#semoga bermanfaat hidup bahagia..

merapi dan kisah-ku



Pagi  ini, sang mentari tersenyum ceria. Keceriaannyapun menular dan merasuk ke kalbu berupa smangat tuk lalui hari dengan indah. Dari arah utara terlihat Gunung Merapi dengan gagahnya. Begitu jelas keindahan dan Kuasa Tuhan. Subhanallah, decak kagumku. Khayalanku-pun seakan terbang melintasi cakrawala dan hinggap disana, bernostalgiakan 2010 lalu tatkala aku ditakdirkan untuk menjadi seorang relawan ketika Gunung teraktif itu “punya hajat”.
Bencana tak ada satupun yang menghendaki begitu juga dengan ribuan penduduk yang berada di lereng Merapi. Imbauan pemerintah pada waktu itu, dalam radius 20 km terhitung dari puncak gunung diharapkan mengungsi di tempat2 yang sudah disediakan. Mengingat letusan 2010 berbeda. Dikutip dari http://regional.kompas.com "Jika diukur dengan indeks letusan, maka letusan pada 2010 ini lebih besar dibanding letusan Merapi yang pernah tercatat dalam sejarah, yaitu pada 1872," kata Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, Selasa (9/11/2010).
Takdir menggiringku menjadi relawan di sebuah GOR di pusat kota, lebih tepatnya di stand Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) pemerintah setempat. SKB bekerjasama dengan Perpustakaan Daerah mengirimkan 1 unit mobil yang berisi ratusan buku dari berbagai jenis subyek atau yang lebih dikenal dengan perpustakaan keliling. Kebetulan sekali kami dari jurusan ilmu perpustakaan, jadi hal tersebut bukanlah hal asing.
Setiap harinya dari kami stand by menemani pengungsi yang ingin membaca buku ataupun sekedar bermain2 puzle, mengingat di stand SKB terdapat banyak mainan anak. Sore menjelang petang sekitar pukul 17.20 WIB ada seorang Ibu menghampiriku dan bertanya, kak, ini gimana ya caranya? (sambil menunjukkan soal tentang aritmatika). Mendadak pusing-lah diriku dan perlahan satu demi satu contoh ku telaah dan akhirnya bisa menjawab pertanyaan Sang Ibu. Ibu tersebut bersama 2 orang anaknya. Ima dan Ivan. Pada waktu itu, semua berjalan seadanya ga’ ada maksud untuk mengistimewakan Ima atupun sejenisnya. Sebelum ia pulang aku meminta nomor hp Ibu Ima dengan maskud jika da acara di SKB, aku bisa menghubunginya, mengingat Ima dan keluarganya tidak tidur di dalam GOR, melainkan di rumah saudaranya yang berdekatan dengan GOR.
Sore harinya, Ima dan keluarga berencana tuk pamitan karena hari itu kondisi Merapi sudah berangsur membaik, statusnya-pun sudah diturunkan, para pengungsi banyak yang sudah pulang ke kampung masing2. Namun sayang, aku tak ada di tempat. Ima hanya bertemu dengan teman2 dan menitipkan sebuah gambar yang ditujukan memang buat-ku. Gambar merapi ala anak SD kelas 1 dengan tulisan Ima sayang Kak Ana.
Malamnya seorang temen menyampaikan titipan Ima tersebut, melihat gambar tu membuat aku merinding, kenapa? karna ga’ pernah kusangka ada rasa yang mendalam dalam pertemuan pertama dan terakhir di GOR itu yang ga’ lebih dari setengah jam. Malamnya pun aku langsung memberitahukan Ibu Ima lewat sms kalau besok pagi ada hiburan dari pelawak dan pesulap yang sering kita lihat di tv,. Namun Ibu-nya membalas, jika ia dan keluarganya sudah pulang ke rumah mengingat status Merapi sudah diturunkan. Betapa senang hatiku saat itu, karna mereka sudah bisa menghuni rumah masing2 walau masih harus tetap waspada. Sms-pun berlanjut lumayan berkali-kali. Bagai tersayat sembilu,, “dek Ima ngajak ke pengungsian lagi Kak, karena pengen ketemu Kak Ana. Katanya pingin belajar lagi dengan Kak Ana. Kemarin dia nggambar pengungsian nah da gambar Kak ana dan dek Ima..
Waktu terus berputar dan membawaku di penghujung waktu menjadi relawan. Dengan berbekal alamat yang sangat simple dan tidak detail kusempatkan untuk mencari rumahnya. Sungguh suatu hal baru ku alami. Jalan berkelok2, kanan kiri pohon yang menjulang lebatnya dan salipan truk pengangkut pasir-pun menjadi teman di siang itu. Sesampai di daerah yang mengindikasikan kawasan rumahnya, ku beranikan bertanya kepada seorang Bapak dan beliaupun menunjuk 1 rumah yang pas da di depan motorku. Ternyata Bapak tersebut adalah Bapaknya Ima.
Sambutan hangat dari keluarga besarnya membuatku semakin tak bisa berkata2. Simbah Kakung dan Simbah Putrinya-pun seolah telah mengenal dekat sosok-ku. Sosok Kak Ana. Beliau bercerita kalau cucu kesayangannya sangat senang bertemu denganku. Imbuh beliau, suatu ketika ada arisan di rumahnya, Ima ditanya tetangganya, “dek kemarin gimana di pengungsian? Dengan ber-api2 ia menceritakan bahwa ia senang sekali di pengungsian karena bisa ketemu kakak2 relawan termasuk ketemu dengan ku. Mereka semua baik2.. dek Ima pengen kesana lagi, ketemu kak Ana” jleb jleb jleb..
Sebagai tanda kasih sayang, aku membawa barang yang tak seberapa harganya yakni tirai pintu dengan susunan snow white. Tak-ku sangka Ima adalah penggemar snow white. Koleksinya dari  tas, buku, loose leaf dan poster2. Betapa ia sangat senang sekali ketika mengetahui kalau itu adalah tirai snow white. Dengan perasaan yang campur aduk aku-pun memutuskan untuk pamitan, mengingat cuacan kala itu kurang bersahabat. Dengan berat hati terlihat dari raut wajahnya, Ima pun melambaikan tangannya sambil berkata “dek Ima sayang Kak Ana, besok kapan2 kesini lagi ya kak,”. Ya dek jawabku lirih. 
Hari2pun berlalu begitu cepatnya, hinggga kini ia sudah kelas 4 SD. Seringkali telepon ataupun sekedar menanyakan kabar. Dan rasanya-pun tak sanggup menjawab tatkala ia berkata, kak Ana, dek Ima kangen,. Kapan kak Ana main kesini? (T_T..), "Besok ya dek" kata yang selalu aku ucapkan ketika pertanyaan itu muncul. 
Ntah apa ini namanya, rasa haru bercampur bahagia kerap mendera ketika aku melihat Guung Merapi. Disana ada orang2 yang begitu menyayangiku dan menunggu kehadiranku. Seolah aku adalah orang baik bak “malaikat”. Keluarga Ima mengajarkan aku arti silaturahmi, komunikasi dan persaudaraan. Walau jarak dan waktu membentang jurang perbedaan, bukanlah menjadi penyebab lunturnya arti persaudaraan yang berlandaskan ketulusan.
Sungguh Karunia Tuhan memang tak ada ujungnya bagi mereka yang peka dan bersyukur. Karunia dan nikmat-pun tak selalu identik berupa materi ataupun jabatan. Rasa saling menyayangi seperti inilah yang tak bisa diukur dengan nominal berapa-pun. Perasaan yang tulus dari lubuk hati dan sanubari insan manusia, sekalipun tercipta dibalik sebuah bencana alam. Biarlah kerinduan ini yang akan membingkai indah tatkala kenangan itu muncul dalam raga ini.
#semoga bermanfaat & salam jiwa bahagia



Buscar

 
Healthy Happy and Wealthy Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger