Kita hidup ini dihadapkan pada kondisi untuk memilih beserta konsekuensinya. Termasuk didalamnya menerima/menolak dark vibe dari lingkungan sekitar. Lingkungan tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu faktor pembentuk kepribadian, sekalipun bukan satu-satunya ya. Istilah kerennya kita sebut circle. Circle rumah, keluarga, teman kecil, teman sekolah, tetangga, patner kerja maupun relasi tak lupa circle di dunia maya. Pembatasi interaksi, meminimalisir komunikasi serta men-filter dark vibe akan jauh lebih bijak daripada kita gila karena terjebak di dalamnya.
Laju dinamika di dalam circle sangatlah wajar apabila terjadi konflik, satu dengan yang lainnya berbeda pendapat, kepentingan maupun visipun kerap terjadi. Justru yang tidak wajar manakala kita terkungkung di dalam circle yang tak sehat namun kita justru enjoy. Cek diri please! ada yang salah tuh...
Bagaimana cara mengendalikan diri supaya kita justru tidak menjadi pemicu konflik di dalam circle tersebut?
Sadar diri
Sederhana namun sulit untuk dilakukan. Mengenali diri adalah bagian tersulit dalam proses pengembangan kepribadian. Kita sering terjebak dengan kata "sempurna". Kita kerap menggunakan standar sempurna untuk menilai orang sehingga hasilnya akan justru nihil. Orang tersebut sudah pasti akan ternilai buruk dan jelek karna tidak mencapai standar sempurna yang digunakan. Lucunya adalah standar sempurna hanya diberlakukan untuk orang lain dan tak akan pernah berlaku untuk dirinya yang sibuk menilai.
Kita memang tak bisa sempurna
Ketahuilah setiap orang itu tercipta dengan kelebihan masing-masing dan kekurangan masing-masing pula. Setiap orang berkesempatan terjerumus dalam lembah pekatnya maksiat maupun berkesempatan menjadi kaum ahli surga. Ya itu adalah kesempatan yang Allah berikan, tinggal manusia mau memilih kesempatan yang mana. Ilustrasi diatas menggabarkan bahwasanya kita itu berpotensi menjadi baik maupun sebaliknya. Jika sekarang baik belum tentu selamanya begitu, pun juga ketika berkubang dalam kesesatan akan selalu ada terbukanya pintu taubat.
Perkuat empati
Memohon kepada Allah untuk melunakkan hati adalah salah satu jalan supaya kita mampu menjadi orang yang ber-empati tinggi. Tak selamanya hidup kita akan diatas, jadi ojo dumeh. Kita bukanlah dewa yang mampu mengendalikan semua pikiran orang, mustahil itu kan terjadi. Biarlah orang berpikir dengan pikiran masing-masing, yang terpenting adalah kita berbuat semaksimal mungkin, selebihnya bukanlah wewenang kita.
Gali kebahagiaan
Dari pada menghabiskan waktu untuk membenci, lebih baik mencari sumber kebahagiaan masing-masing, salah satunya dengan memperkaya karya. Untuk apa mendramatisir perlakuan orang ke kita yang selalu negatif, ga' akan ada gunanya. Abaikan apa yang bukan ranah jangkauan kita. Satu hal yang bisa kita jangkau adalah perluas karya. Dengan banyak karya maka kita akan lebih bahagia, hidup kita punya tujuan yang jelas dan itu akan jauh membahagiaakan daripada memusingkan omongan orang yang tidak tau real kita seperti apa. Permasalahan yang terjadi adalah apakah kita paham kebahagiaan itu bersumber darimana? Jika dengan menggunjing, mengkambinghitamkan orang lain, memprovokasi, negative thingking, su'usdzon dan sederet sifat sejenisnya adalah sumber kebahagianmu lantas aku bisa apa??
Satu hal yang harus dipegang, sekecil apapaun bentuk kebaikan ataupun kejahatan yang kita lakukan itu ada konsekuensinya kok, baik akan kembali baik begitu juga sebaliknya. Tak perlu membalas kejahatan yang dilakukan orang lain. Cukup koreksi diri dan iklas akan ketentuan Allah, dari dua hal tersebut akan membawa kita menjadi orang yang loss tanpa beban dalam menjalani hari-hari. Jikalaupun masih saja dicari-cari salahnya maka cukup mereka yang doolll, kitanya jangan.
#bijak itu pilihan
0 comments:
Post a Comment