Entradas populares

antara ujian dan hikmah

Kata mereka, uwe ini telat nikah. Hahahaha macam sekolah aja ada kata terlambat? Emang kalau nikah itu umurnya dibatasi ya? Emang pake standarnya siapa? Ya whatever-lah ya namanya juga pendapat netizen yang budiman jadi sah2 saja kali ya. Menikah di usia muda dan menikah di usia matang adalah sebuah takdir yg dimiliki masing2 orang. Satu dengan yang lainnya beragam, begitu juga jalan hidup yang ada di masing2 setiap orang. Pemaknaan didalamnyapun juga beragam.

#siang itu uwe ketemu temen lama, temen sekolah. Selama 12 th pasca lulus, ini adalah pertemuan yang kedua. Dy menikah di usia 21 th telah memiliki 2 anak dan of course telah bersuami. Dya wanita hebat bagiku, karna rejekiNya untuk keluarganya dititipkan di pundaknya. Sang suami berperan untuk momong kedua anaknya. Kerjasama yang mereka ciptakan sunguh apik dan tak mudah setiap orang mampu melakoninya.Saluut..

#semalam uwe ketemu anak muda semester 7 yang udah 2 tahun nikah, ya kira2 ia nikah umur 19 th. Selayaknya anak muda yang masih labil, pertemuan malam itu mirip brisiknya kereta api yang sedang melaju dengan kencangnya dan sulit berhenti. Kata2 menohoknya adalah "kalau mbak kan dulu, kuliah ya mikir kuliah, lha aku kuliah mikir bisnis [mbayar karyawan], mikir suami, mikir mertua dan belum lagi omongan orang2 yang bikin aku selalu down and down, you know lah berbagai usaha sudah kujalani namun aku belum juga hamil". Aku lelah mbak, pungkasnya... dan seketika uwe diam ga tau harus berkata apa...

#disebrang bumi belahan sebelah sana, ada pasangan yang sama2 mencintai dan ideal dimata uwe. Pasangan yang sangat menyayangi keluarga dan hidup rukun. 2 th pernikahan mereka tinggal dalam 1 kota dan ketika melihat mereka rasanya sempurna. Yaa, memiliki pasangan yang gemati dengan suami, sayang dengan orang tua/mertua, anak yang tumbuh dengan sehat, suami kerja mapan dan setiap tahun dinas ke luar negeri.... apalagi coba yang kurang? Sempurna...Dan belum lama ini sang istri memilih LDM karna keterima menjadi salah satu karyawan di sebuah kota. Anak dan suami tetep stay dikota ini. 2 minggu sekali si istri pulang untuk menumpahkan rindu yang teramat sangat dalam. Ketika melihat si anak lucu itu rasanya haru,, sekecil itu sudah jauh dari ibunya sekalipun ada ayah dan para kakek neneknya.

#ada juga yang belum menikah namun  mengisi waktunya dengan usaha2 perbaikan diri. Quality time dengan orang tua, saudara, teman dekat dan berbagi lebih untuk sesama. Sesekali rasa galau itu menyergap namun sesegera mungkin ia tepis. Sebaya dya mungkin rata2 sudah berumah tangga dan punya anak yang sudah besar2 lantas apakabar dya? Namun ia selalu bersyukur karna selalu diberikan hal2 indah yang mungkin tidak didapati oleh teman sebayanya yang sudah menikah. Bertemu dengan orang2 baru, mengenali dan menjalin hubungan sangat baik adalah salah satunya. Ia masih memiliki waktu "luang" lebih untuk memaknai hidup dengan sesama. Berbagai hal yang tak mengenakkan yang kini ia syukuri tak berkesudahan.
  • Merasakan pertolongan Allah yang dekat sekali dengan dihadirkannya seseorang yang menjelma bak pahlawan yang dengan tangan terbuka membantunya setulus hatinya.
  • Merasakan pilunya dibully lantaran belum menemukan jodoh sedangkan usaha sudah dilakukan. 
  • Merasakan nikmatnya pengharapan doa2 hanya padaNya, the one and only Allah.
  • Merasakan pahitnya pengharapan kepada manusia yang berujung kecewa. 
  • Belajar profesional dan tanggung jawab menyelesaikan pekerjaan sekalipun 4 waktu sholat beberapa hari wajib ia lakukan di kantor. 
  • Menikmati angin malam bercampur linangan air mata yang mendarat di pipi kala punggung, pundak, mata dan tangan rindu kasur sedangkan ia masih berjibaku dengan  macetnya jalanan yang dipenuhi muda/i yang hendak merayakan annyversary.
  • Menjadi bakoh ketika harus mulai lagi dan lagi perkenalan dengan "orang baru". Dari pernyataan dan pertanyaan penting ke ga penting sama sekaleee. Hobimu masih bergelantungan di pohon?  Kalau makan makai tangan apa kaki? Kalau tidur kamu merem ga? (Mbok pikir aku iwak beta?)
  • Merasakan ke-agresifan dari makcomblang yang aduhai bikin senyum2 geli bercampur emosi lantaran seolah makcomblang lebih tau apa yang terbaik bagi mereka.Termasuk didalamnya ngedepi makcomblang yang baper bila harapan dya ga sesukses ekspektasinya.
  • dll
Ada berbagai hal yang hanya dapat kita rasakan dan syukuri antara ujian dan hikmah. Mungkin jika dilihat dengan mata itu sebuah penderitaan dan nestapa namun sebaliknya, jika dimaknai dengan kesyukuran itu berasa sangat indah. "Alhamdulillah kok aku ngalami  kejadian ini" sedangkan banyak orang justru menolak dan berputus asa jika mengalami hal serupa. Kuncinya adalah keihlasan. Banyak hal yang tidak dapat kita paksakan di dunia ini. Banyak hal yang harus kita ikuti alurnya. Hidup akan tenang dan tentram manakala kita mampu menerima. Yaa hidup ini tentang penerimaan. Belum nikah ya udah diterima sambil ihtiar, berdoa dan memperbaiki diri. Jadi tulang punggung keluarga? Ya terima anggap saja ini jihad yang kelak menjadi ladang pahala kita. Ngalami hubungan LDM, ya udah terima saja, bukankah sudah tau konsekuensi di awal? Nikmati rindu yang sewaktu2 menghujam jantung tak beraturan ini.

Jika anda merasa lelah itu lumrah. Allah tidak tidur ges, Allah tau seberat apapun perjuanganmu, Allah tau sekuat apa jiwamu berprasangka baik pada skenarioNya. Allah paham maksud dan tujuan hidup yang hendak kau capai. Allah ngerti banget apa yang kau butuhkan bukan yang kau inginkan. Allah tau betul sebera rapuhnya dirimu, sekalut apa pikiranmu. Apapun itu terima saja. Nikmati hidupmu, syukuri jalanmu, dan maknai takdirmu.. Kelak jiwa akan tenang, damai, tentram, ihlas, legowo dan asik aja menerima setiap tingkatan ujian. Karna Allah tau kapasitas disetiap hambaNya. Jika anda merasa ujian yang anda terima itu berat, itu pertanda anda akan diberikan kebaikan di kehidupan anda. Pertanyaannya adalah sanggupkah menerima dan menjalani itu semua? Yes the answers on you..

¡Compártelo!

0 comments:

Buscar

 
Healthy Happy and Wealthy Copyright © 2011 | Tema diseñado por: compartidisimo | Con la tecnología de: Blogger