Hal
ini aku alami sendiri dalam kehidupanku, dan lumayan bikin ngerti kenapa ya
kita dianjurkan lebih empati terhadap orang lain?? cerita bermula dari
keenggananku memakai kacamata saat berkendara. Awalnya ilfil berat jika melihat orang heboh bin lebay memakai kacamata pas
dijalan. Dari warna hingga modelnya yang hampir nutupin muka.
Tahukah
teman, gegara aku dikasih kacamata oleh salah satu teman, mau ga’ mau aku harus pake lantaran setiap
pergi bersamanya selalu ditanyain kenapa ga’
dipake dan bla bla bla,,, awalnya cuma pengen menghargai dya aja lantaran jatuhnya
ga’ enak bin risih tiap ketemu selalu
ditanyain mulu. Awalnya make dengan sangat amat terpaksa, jika di depan-nya doang,
namun perlahan menikmati dan mulai nyaman menggunakan kacamata selebar muka
saat berkendara. Mulai merasakan efek berkendara menggunakan kacamata. Mata ga’ sakit karna kemasukan debu, ga’ silau dan lebih parahnya akan
terhindar dari katarak di usia tua, minimal mengurangi gejala2 yang timbul
sebagai penyebab katarak esok senja [kata yang empunya optic langganan temen]. Jadi
ga’ ada alasan lagi aku buat ngeyel.
Kisah diatas
memberikan pelajaran berharga bagiku, bahwa melihat apapun lebih dekat, lebih
memposisikan diri menjadi yang kita lihat akan terhindar dari perasaan menduga2
yang jatuhnya nyiyir ke arah yang negatif alias suudzon. Ketika
kita berhadapan dengan hal2 yang kita anggap aneh ataupun ga’ banget, seyogyanya kita mencoba melihat apapun dari berbagai
sisi, agar nantinya kita tidak terjebak dengan virus suudzon yang semakin
membakar perasaan dan logika kita. Karna sejatinya, keputusan apapun itu sudah
pasti ada alasan yang mendasarinya.
#semoga
bermanfaat & hidup bahagia..
0 comments:
Post a Comment