Disuatu
waktu teman yang memiliki keterbatasan penglihatan telepon, dan seperti biasa
cerita kesana dan kemari. Singkat kata dia baru menyelesaikan tesisnya dan
ingin segera wisuda di beberapa bulan kedepan. Selain itu dia juga nyambi kerja
onlen, di sebuah web jual beli onlen sebagai pengecek pengunjung dan
menawarkan iklan produk kepada mereka [red:visitors].
Dengan keterbatasan penglihatan, ia berjuang dan berusaha semaksimal mungkin
apa yang bisa ia lakukan. Tanpa mengeluh dan mengeluh. Berbeda denganku yang
hidupnya seringkali mengeluh.
#Sosok
temanku ini menginspirasiku dalam menyelesaikan masalah tanpa keluhan, namun dengan tindakan. Ketenangan
yang terpancar dari jiwanya mengajarkanku arti lapang dada, berdamai dengan takdir,
tawakal dan tak kenal menyerah. Keterbatasan yang ia alami bukanlah menjadi
penghalang baginya untuk menjadi orang yang sukses. Cibiran dan cemooh menempa
pribadinya hingga kini menjadi orang yang berprinsip dan mempunyai arah hidup
yang bikin orang angkat jempol.
Disudut lain, ada orang yang baik dan
perhatian. Dia sepantaran dengan omku tepatnya. Seringkali orang tersebut ngambilin
motor kala aku mau pulang sekolah. Bahkan pernah juga sewaktu pake motor tua, dia nge-slah [red:hidupin
motor] lalu dikasih ke aku. Sempat
merasa ada yang aneh dengan keadaan ini, lantaran dia sangat baik denganku.
Berbeda tatkala perlakuannya dengan teman lain.
#sosok orang yang sepantaran dengan omku ini mengajarkan
aku akan makna gemati atau kasih
sayang yang tulus. Dan semakin kesini menyadari, kalau kita gemati dengan orang itu tidak bisa kita
tentukan apakah dengan si anu atau si
ini. Namun hati kecil kita dan naluri kitalah yang memilihnya.
Awalnya ga’
sengaja jadi guru les, lantaran dimintain tolong temen untuk menggantikannya. Ya
perlahan aku menjalani hingga kini lumayan sudah beberapa “mantan” muridku.
Dalam pengajarannyapun aku biasa, bahkan ga’
istimewa. Namun satu hal aku memposisikan diri sebagai temannya. Jadi
mereka bebas bertanya apapun diluar pelajaran yang kita pelajari. Malah lebih
condong aku sebagai teman sharing-nya.
Tanpa aku memulainya, mereka sudah
nerocos dengan unek2 ataupun pertanyaan2 yang ada di benak mereka. Dari masing2
murid beragam karakternya, begitu pula beragam penanganannya. Namun satu hal
kesamaan mereka, ketika aku pamit untuk menyudahi les, mereka sedih dan ga’ bisa berkata2. Terlihat dari sorot
matanya, ingin nangis namun malu. Kalau boleh meminjam istilah anak muda jaman
sekarang, mereka galau. Lantaran ga’
akan ketemu aku lagi. “Ah jangan berlebihan
nok sedihnya, walau kita sudah ga’
belajar bareng kamu bisa ke rumahku ataupun sebaliknya kan”, ujarku. Sempat
juga dulu selepas aku pamitan untuk menyudahi les lantaran yang bersangkutan
sudah mampu belajar sendiri dan mandiri, ia sms
memastikan apakah aku sudah sampai ke rumah? seraya sms yang berbungkus nada kekhawatiran.
#respon
murid2ku mengajarkanku arti ketulusan. Ketulusan yang berasal dari lubuk hati
terdalamnya, ga’ dibuat2 pula. Rasa
kehilangan muncul lantaran intensitas yang lumayan sering dalam jangka waktu
rata2 1 tahun belakangan ini. Mungkin mereka merasakan akan kehilangan sosok
kakak tempatnya sharing. Yang ketika sharing ga’ ada malu ataupun takut, ga’ setakut jika sharing dengan keluarganya.
Teringat akhir 2010 silam, dipertemukan
dengan anak kelas 1 SD di barak pengungsian letusan Gunung Merapi. Komunikasi
dengan anak tersebut dan keluarganyapun sampai sekarang masih terjalin baik.,
bahkan sangat baik. Ketika akhir2 ini
sering ada berita tentang Merapi ataupun ketika Merapi mengeluarkan letusan2
kecil hingga setatusnya naik menjadi waspada, hati kecil ini juga merasakan
kekhawatiran. Ga’ tenang, seolah ada
rasa yang tertinggal disana. Ada keluarga disana. Walau kisah pertemuan dengan
keluarga mereka, tidak lebih dari 1 jam di posko anak2 di barak pengungsian.
Namun komunikasi dan sambutan hangat bahkan sangat hangat dari keluarganya
membuatku sangat dihargai. Pertemuan singkat tersebut ternyata mengena bagi
anak kelas 1 SD itu. Ia adalah Ima. Dalam
setiap telepon ataupun sms-nya, ia selalu menanyakan kapan aku bisa main
kerumahnya lagi? Katanya ia kangen.
#kala
melihat Merapi, hati ini gamang. Ingin rasanya terbang kesana, berjumpa dengan keluarga
baru-ku. Keluarga yang sangat baiiiiiiik, yang menunggu kehadiranku. Dulu Ima pernah
telepon dan berkata, “kak, besuk kalau Merapi meletus [lagi], berarti aku bisa
ketemu kakak ya?”
Sungguh
kado yang tak ternilai yang Allah berikan untuk-ku. Orang2 yang asing, yang
sejatinya kita tak mengenal secara dalam karakter maupun kebiasaannya,
namun sudah menganggap kita yang bukan
siapa2-nya menjadi bagian keluarganya dan menanti kehadiran kita, sungguh
nikmat yang tak dapat diungkapkan dengan kata.
Kisah2 diatas sebagai upaya diri untuk
menghindar dari rasa kufur yang sangat tipis jaraknya. Sedih dan galau
berkepanjangan lantaran terlalu fokus dengan tertutupnya 1 pintu rejeki, namun
lupa kalau tanpa disadari Tuhan memberikan berbagai macam pintu2 rejeki terbuka
yang diperuntukkan untuk kita. Salah
satunya mendapatkan perlakuan sangat baik dari orang2 yang belum mengenal kita
secara utuhnya. Nikmat lain yang kadang tanpa kita sadari ketika kehadiran kita
dirindukan dan dinantikan oleh orang lain. Kadang kita merasa apa yang
dilakukan untuk orang lain hanyalah biasa, sewajarnya saja. Namun tidak sedikit
yang beranggapan apa yang kita lakukan adalah luar biasa baginya. Bermanfaat
sekali dalam kehidupannya. Hingga tak dapat dipungkiri kita sudah dianggap
menjadi bagian dari keluarga besarnya. Subhanallah..
#semoga
bermanfaat & hidup bahagia..
0 comments:
Post a Comment