Tak
pernah ada yang bisa tahu ending dari
setiap hubungan yang kita bina dengan orang lain. Ada yang longlast pek tua tetep komunikasi walau jarak membentang, ada pula yang putus komunikasi sekalipun
jaraknya cuma hitungan meter, bahkan parahnya hanya sekedar baik diluaran sedangkan
didalam hati bencinya minta ampun. Kita mengenalnya dengan istilah lamis. Yang
artinya hanya manis di bibir saja, dihati hanyalah kebalikannya.
Warna
warni kejadian silih berganti menghiasai dinamika kebersamaan yang telah
tercipta, sehingga tidak mengherankan konflik kerap menjadi pelengkap dan penyempurna
hubungan itu. Ada yang hanya sebentar, ada pula yang membekas luka hingga susah
untuk sembuh. Susah untuk melupakan kenangan buruk yang menimpanya. Dan yang
ada hanyalah berlama-lama berkerumun dengan berbagai macam luka yang saling
bersinergi mengacaukan pikiran kita, tak heran anti pati terhadap mantan
sahabat kerap tercipta. Yang terjadi, dulu sahabat dan sekarang pengkhianat.
Lalu
apa yang harus dilakukan?? Dan ternyata juara itu ketika kita mampu memaafkan,
memaafkan kesalahan diri sendiri tatkala telah mengijinkan luka bersemayam
begitu lamanya. Tatkala keegoisan membiarkan hati terluka begitu dalamnya. Luka
yang menggerogoti relung hati, hingga mengaburkan pandangan positif terhadapnya.
Manusia memang tempatnya salah. Buat apa kita memendam luka yang begitu
menyiksa. Lepaskan, lepaskan dan
lepaskan,.. maafkan, maafkan dan maafkan. Karna hanya itu yang menjadi
kuncinya.
Melepaskan luka yang
menjerat pikiran dan energi kita à memaafkan diri sendiri atas keegoisan terlalu lama memikirkan hal2
tak bermanfaat à terciptanya keihlasan, kebahagiaan, ketenangan, dan ketentraman
dalam kehidupan.
#semoga
bermanfaat & hidup bahagia..
0 comments:
Post a Comment