Kebebasan
yang diberikan ortu sejatinya sebuah ujian untuk kita, apakah kita mampu
menjaganya atau justru menyalahgunakannya. Teringat cerita seorang kawan
lantaran poin sangsi di sekolahnya sudah terlalu penuh dan bahkan sudah tak
dapat ditoleririr lantaran “kreatifnya”
masa itu. Mau tidak mau ia harus hengkang dari sekolah tersebut, jikalaupun
masih bertahan ia tidak akan naik kelas. Dan itulah sebuah konsekuensi yang harus ia jalani dari
tindakannya.
Kini ia sudah dewasa dan diperjalanan hidupnya
ia selalu diberikan kebebasan dari ortunya. Ortunya hanya memberikan gambaran
kehidupan dengan potret konsekuensi yang harus ia tempuh dalam setiap keputusan
yang ia ambil. Dan yang makin salut
dengan kawan yang satu ini, dia tetap menjalankan kehidupan dengan berbagai
warna-warninya. Eforia anak muda-pun ia jalani, hingar bingar duniapun tak
lepas dari sorotannya, namun satu hal yang salut darinya, ia masih berfikiran
panjang dalam setiap pengambilan keputusan. Ketika apa yang ingin ia ambil
berisiko buat masa depannya, ia memilih menundanya, memilih mengurungkan
niatnya.
#Hanya kita
yang mampu mengendalikan kemana arah yang ingin kita ambil, sekalipun angin
sering mengaburkan dan mengecohnya. Benteng pertahanan-pun tak kalah pentingnya
untuk selalu dibangun, agar tidak menyesal dikemudian hari.
Kisah
lainnya dari teman kecilku. Dengan ketakutan ia meminta ijin kepada ayahnya
untuk dapat melewatkan malam tahun baru bebakaran di rumah teman kuliahnya. Ia kebingungan,
karna ia beranggapan kalau sang ayah pasti tak akan mengijinkan. Terlebih sang
ayah terkenal protektif dan ia seorang gadis pula. Malam2 keluyuran mana
boleh,.. [gumamnya dalam hati]. Namun
jawaban sang ayah justru sebaliknya. Sang ayah mengijinkan,, hingga sang anak-pun
mengulangi jawaban ayahnya seolah mengkonfirmasi jika omongan ayahnya tidak-lah
keliru ia dengar. Jika nanti pulangnya malam bahkan pagi bagaimana yah? Teman2 kelas
banyak yang tidur disana kok yah,.. [dengan ekspresi pasrah seandainya tidak
diperbolehkan oleh sang ayah],. Sang ayahpun menjawab dengan jawaban yang sama,
ya boleh,. jaga diri dan hati2 ya..
Tepat
setahun berikutnya ia meminta ijin [lagi] kepada ayahnya kalau ia akan
melewatkan tahun baru berikutnya ke luar kota bersama beberapa teman
kampungnya. Sang ayah-pun mengijinkan dan tanpa panjang kata. Yaa, hati2.. Sepulang
dari luar kota sang anak bertanya kepada sang ayah, tentang alasan mengapa ia
selalu diijinkan oleh ayahnya melakukan hal2 yang mungkin bagi kebanyakan orang tua hal tersebut dilarang bagi anak perempuannya. Dan jawaban ayahnya sangatlah
diplomatis,. "Kamu sudah dewasa kan dan kamu sudah tau kalau api itu panas, maka
kamu pastinya ga’ akan mendekat
bahkan menyentuh kan??" [tersenyum lebar]. Beginikah rasanya diberikan
kepercayaan? [gumamnya dalam hati] . Lagi2 si anak bertanya lantaran belum puas dengan pola pikir
ayahnya yang berbeda pada umumnya. Kenapa
ayah kok begitu percaya denganku? Sedangkan banyak teman yang ga’ dapat ijin dari ortunya?.Dan lagi2 jawabnya
simpel, "karna aku tau kamu.”
#kebebasan
yang diberikan ortu salah satunya karena ortu tau karakter sang anak. Beliau
paham jika sang anak tidak akan melanggar ataupun menghianati kepercayaan yang
ia berikan.
Dua kisah ini menggambarkan arti kebebasan
yang diberikan orang tua kepada anaknya. Dan kedua anak ini menggunakan
kebebasan tersebut disertai tanggung jawab penuh. Godaan pasti ada, namun
tanggung jawab atas amanah inilah yang membuat mereka enggan melanggarnya. Dan bahagia itu tatkala mampu menjaga
mahalnya sebuah kepercayaan.
#semoga
bermanfaat & hidup bahagia..
0 comments:
Post a Comment